Berlin sempat menjadi tuan rumah Olimpiade 1936. Di pesta olahraga terbesar di kolong langit tersebut, terselip kisah unik tentang kehebatan sprinter asal Amerika Serikat, Jesse Owens, yang berhasil mempermalukan Adolf Hitler.
Fuehrer memang terkenal dengan paham fasis yang menganggap bangsa Jerman adalah ras unggul. Dia menjadikan Olimpiade Berlin kala itu sebagai medan propaganda. Melalui aliran politik rasialis partainya, Nazi, Hitler dikenal diskriminatif dan kejam, terutama terhadap keturunan Yahudi, Gipsy, dan orang-orang kulit hitam.
Hitler menggunakan kesempatan Olimpiade itu untuk pameran keunggulan bangsanya. Padahal, hal itu bertentangan dengan semangat Olimpiade sebagai ajang pertemuan dan persahabatan bangsa-bangsa di seluruh dunia. Sikap rasialis Jerman ketika itu menjadi sorotan dunia. Bahkan beberapa negara sempat berencana memboikot ajang besar itu.
Kebencian Hitler terhadap ras di luar Arya memang sangat menonjol. Bahkan, di Jerman sendiri, atlet asal Jerman berdarah Yahudi sengaja dikeluarkan meski berpeluang meraih medali emas.
Ketika perlombaan dilangsungkan, Jerman unggul dengan 33 emas dan AS hanya memperoleh 24 medali. Namun, kehadiran atlet kulit hitam seperti Owens benar-benar menjadi pukulan berat bagi Hitler. Dia meraih empat medali emas dari cabang lari 100 meter, 200 meter, estafet 4x100 meter, dan lompat jauh. Di lompat jauh, dia mengalahkan Luz Long, pria kulit putih bermata biru dan rambut pirang asal Jerman yang menjadi kebanggaan Hitler.
Hitler sempat kesal dengan kemenangan Owens. Dia dengan agenda politik rasialis merasa terganggu oleh prestasi hebat Owens sehingga tidak bersedia menjabat tangan Owens. Hal ini menjadi perdebatan serius sebagai penghinaan kepada ras kulit hitam.
Putri Owens, Marlene Owens Rankin, menegaskan bahwa ayahnya memang tidak pernah diberi ucapan selamat dari Hitler. Dia tidak pernah berjabat tangan dengan Hitler.
Sikap rasialis seperti yang didemonstrasikan Nazi selalu menampilkan wajah kesombongan sekaligus kegemaran menghina ras lain. Jerman di era Hitler mengerahkan seluruh potensi dan kekuatannya untuk menopang politik rasialis ini dengan memicu perang. Era Hitler adalah era yang paling memalukan bagi bangsa Jerman, terutama dengan kekejamannya.
Sejarah politik rasialis juga didemonstrasikan di hadapan mata dunia oleh Afrika Selatan pada masa Apartheid. Penduduk asli kulit hitam mendapat perlakuan diskriminatif. Mereka bisa dihukum karena warna kulitnya hanya karena berada di kawasan yang hanya untuk kulit putih.
Antara 1960 hingga 1990-an dunia mengecam keras dan memusuhi rasialisme ala Afsel. Mereka memboikot negara itu di berbagai bidang, termasuk olahraga. Pada masa itu, FIFA tidak mengizinkan Afsel mengikuti berbagai ajang sepak bola internasional. Begitu pula dengan IOC yang melarang kontingen Afsel untuk ambil bagian pada Olimpiade selama dua dekade. (*)