Jatuhnya pesawat
Sriwijaya Air SJ182 menjadi musibah besar yang terjadi di Indonesia awal tahun ini. Musibah yang merenggut puluhan jiwa itu sempat diprediksi Federal Aviation Administration (FAA).
Regulator penerbangan sipil di Amerika Serikat ini bukan asal memprediksi tahun lalu. Mereka sempat memperingatkan masalah bagi maskapai yang menggunakan armada boeing 737-500 tipe new generation dan classic.
Pengamatan FAA bukan karena cacat produk pesawat buatan Negeri Paman Sam, tapi lebih kepada kecemasan FAA terhadap pesawat itu ketika tak banyak melakukan penerbangan belakangan ini akibat pandemi Covid-19.
Ketika pesawat lebih sering diparkir di hanggar, terutama pesawat yang tak menjalani jadwal terbang selama tujuh hari berturut-turut. Maka, FAA menyarankan adanya penggantian di bagian air valve check.
Penggantian komponen itu sangat diperlukan karena mesin pesawat mengalami korosi apabila tak ada rutinitas penerbangan. Intinya, mesin pesawat berpotensi mati secara mendadak.
Sementara pihak Sriwijaya Air menepis pesawat SJ182 tak menjalani rutinitas pengecekan secara berskala. Pihaknya justru mengklaim pesawat itu sempat menjalani penerbangan ke Pontianak sebelum musibah terjadi di Kepulauan Seribu, Sabtu (9/1/2021) sore WIB.
Pihaknya juga menepis musibah itu disebabkan usia pesawat (26 tahun). Mereka menilai pesawat masih sangat layak terbang karena selalu mendapat perawatan ekstra.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan pengamat penerbangan juga tak mempermasalahkan tentang usia pesawat Sriwijaya Air. Selama ada perawatan serius, faktor usia pesawat tak berarti. (*)