Wasit sepak bola profesional adalah pekerjaan yang menjanjikan pemasukan besar layaknya para pemain yang bertanding. Sang pengadil lapangan bisa lebih kaya jika memiliki pekerjaan lain yang menjanjikan penghasilan besar.
Bjorn Kuipers contohnya. Wasit asal Belanda kelahiran Oldenzaal, 28 Maret 1973, itu tecatat sebagai anggota korps baju hitam paling tajir di dunia. Bukan semata karena bayaran ketika mempimpin pertndingan-pertandingan Liga Champions atau Eredivisie, melainkan juga statusnya sebagai pemilik sejumlah supermarket terkenal di Negeri Kincir Angin.
Supermarket yang berpusat di Oldenzaal itu berlabel "Jumbo Kuipers". Dia memiliki kekayaan USD13,5 juta pada 2018. Setiap tahunnya, Jumpo Kuipers menghasilkan pemasukan antara USD2,2 juta hingga USD3,3 juta. Bahkan, pada 2019, Kuipers meluaskan jangkauan Jumbo Kuipers dengan membuka cabang di beberapa kota besar di Belanda.
Hebatnya, kesuksesan di bisnis retail juga merambah ke sepak bola. Sebagai wasit, Kuipers termasuk kesayangaan UEFA dan FIFA. Dia memimpin banyak pertandingan besar di Piala Dunia 2014 serta 2018. Kuipers juga memimpin Piala Super Eropa 2011, final Liga Europa 2012/2013 dan 2017/2018, final Liga Champions 2013/2014, final Piala Konfederasi 2013, hingga final Piala Dunia U-20 2017.
"Dia tidak pernah mengecewakan kami. Standarnya selalu tinggi ketika memimpin pertandingan. Banyak wasit muda di Belanda yang belajar memimpin pertandingan dari melihat rekaman Kuipers," ujar Koordinator wasit Asosiasi Sepak bola Belanda, Dick van Egmond, dilansir Goal International.
Setelah Kuipers, wasit terkaya selanjutnya adalah Jonas Eriksson dari Swedia. Sama seperti Kupers, Eriksson adalah pengusaha sukses. Pada 1993, Eriksson mendirikan IEC, yaitu sebuah perusahaan yang berkecimpung di dunia hiburan dan olahraga. IEC membeli hak siar sejumlah event olahraga untuk dijual lagi kepada stasiun televisi di Swedia maupun Skandinavia.
Dari IEC, kehidupan Eriksson lebih dari cukup. Apalagi, pada 2007, dirinya menjual 15% samah di IEC kepada Arnaud Lagardere. Dari penjualan tersebut dirinya mendapatkan dana segar USD11 juta.
Memulai karier wasit pada 1994, Eriksson memutuskan pensiun pada 2018 dengan lebih dari 100 pertandingan internasional. Dia adalah wasit Piala Super Eropa 2013 , ofisial keempat final Liga Champions 2014/2015, serta final Liga Europa 2015/2016. Eriksson juga memimpin Piala Dunia 2014.
"Semua uang yang saya miliki tidak berarti apa-apa ketika saya berada di lapangan. Sebagai wasit saya tetap berusaha menjalankan tugas saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya sesuai peraturan yang berlaku. Saya mempunyai hidup yang fantastis sebagai pengusaha. Namun, sepak bola membuat saya jauh lebih bahagia," Eriksson di situs resmi UEFA.
Setelah Kuipers dan Eriksson, wasit kaya juga disandang Pierluigi Collina. Bedanya, pengadil legendaris Italia itu mendedikasikan 100% hidupnya untuk sepak bola. Sempat bekerja sebagai konsultan, Collina memutuskan fokus sebagai wasit setelah mendapatkan reputasi sebagai pengadil lapangan terbaik di Italia, Eropa, dan dunia pada 1990-an hingga 2000-an.
Berkat popularitasnya, wasit yang dikenal dengan kepala plontos itu menjadi brand ambassador dari banyak produk komersial ternama seperti Adidas, Master Card, Opel, PES, hingga Coca-cola. Pada masa kejayaan, pria yang kini bergabung di Komisi Wasit FIFA tersebut bisa mendapatkan bayaran hingga USD230 ribu pertahun dengan kekayaan mencapai USD4,4 juta. (*)